Politik is (not) suck!
19.1018 Desember 2010
Beberapa hari belakangan ini, di kampus sedang ramai dengan Musyawarah Mahasiswa yang agendanya tentang Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Ketua Umum masing-masing Ormawa (Organisasi kemahasiswaan), kemudian pembahasan aturan-aturan organisasi, dan pemilihan Ketua Umum yang baru.
Pada konsepnya, hal ini sangat bagus dalam mendidik mahasiswa untuk lebih menjadi insan yang bertanggung jawab dan mempunyai pengalaman di organisasi serta bisa mengemban tanggung jawab. Karena hal ini nantinya akan sangat berguna untuk masa depan terutama di masyarakat.
Namun pada kenyataannya, hal tersebut nampaknya tidak bisa berjalan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Sering kali dijumpai penyelewengan jabatan dan penyalah gunaan tanggung jawab.
Belajar berpolitik tentunya tidak salah, namun yang sering kali salah justru bagaimana berpolitik (menerapkannya) itu sendiri. Sehingga kesannya, politik itu selalu kotor.
Untuk hal ini, beberapa kali bahkan saya sempat berdebat dengan teman yang (katanya) kurang suka dengan
politik. Mungkin disini mereka menganggap kalau politik itu selalu kotor dan tidak benar. Padahal sebenarnya tidak selalu seperti itu. Mereka mungkin malah tidak sadar kalau sering menerapkan politik dalam kehidupan sehari-hari.
politik. Mungkin disini mereka menganggap kalau politik itu selalu kotor dan tidak benar. Padahal sebenarnya tidak selalu seperti itu. Mereka mungkin malah tidak sadar kalau sering menerapkan politik dalam kehidupan sehari-hari.
Alasan mereka untuk berpendapat seperti itu memang tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Karena kalau diperhatikan, politik di negara ini memang hampir semua kotor dan hanya menguntungkan pihak yang berkepentingan.
Hal tersebut rupanya juga terjadi prakteknya di beberapa organisasi kampus. Misalnya pada saat Muswa (Mubes, atau konferensi) yang sedang terjadi di kampus beberapa pekan ini.
Untuk bisa menjadi seorang Pemimpin (aka. Ketua) suatu organisasi, dia dan tim suksesnya rela melakukan berbagai cara untuk bisa menang, tidak terkecuali menggunakan cara kotor.
Sebagai contoh, sebut saja seseorang yang bernama "B" yang ingin menjadi seorang pemimpin di salah satu organisasi kampus. Untuk mewujudkan niat (apa ambisi yaa?? hemm..) si "B" dan tim suksesnya sampai MENGANCAM orang lain agar memilih si "B" ini. Dalam kasus ini, kebetulan beberapa teman si "B" yang menjadi tim sukses kemenangan "B" adalah Asisten Praktikum (orang yang dipercaya oleh dosen pengampu untuk membimbing mahasiswa yang sedang mengambil praktikum). Teman si "B" yang menjadi Asprak ini mengancam praktikannya untuk memilih "B" dalam pemilihan Ketua baru. Kalau ternyata ada yang ketahuan tidak memilih "B", maka nilai praktikum mereka yang menjadi taruhannya.
Sungguh ironis sekali memang.
Bukankah seorang pemimpin harus bisa memberi dan mengajarkan yang baik kepada yang dipimpin?!
Lalu, kalau seseorang yang hanya karena ingin mencapai tujuannya untuk menjadi seorang pemimpin lalu rela melakukan hal 'HINA' seperti ini, apakah pantas dia disebut pemimpin???
1 comments
termasuk yang nulis udah bersih politik apa gak ?
BalasHapusdi indonesia ini udah ajur para pejabat pemimpin daerah semuanya untuk di pilih pasti membayar orang agar di pilih setelah menjadi pemimpin or lainya mereka ingin kembali uanganya dengan berbagai cara salahsatunya KORUPSI salah penggunaan jabatan.....