Secercah Doa Dari dan Untuk PenjuaL Es Degan
21.56Memang benar sekali kalau pelajaran hidup bisa kita dapat kapan saja, dimana saja, dan dari siapa saja. Tak perlu harus duduk di bangku sekolah atau bangku kuliyah untuk mendapat pelajaran hidup yang berarti. Karena justru di bangku sekolah formal, jarang sekali kita bisa dapat pelajaran hidup yang sesungguhnya.
Penjual es degan yang biasanya hanya dianggap remeh dan tak berpendidikan, dibandingkan dengan para pejabat negri, justru bisa memberikan pelajaran hidup yang sangat luar biasa berarti. Tak seperti pejabat negri ini, yang rata-rata mengenyam pendidikan tinggi, namun mungkin tak “berpendidikan” yang baik dan “terdidik” dengan baik.
Malam ini (senin, 09 mei 2011), saya bersama seorang teman membeli es degan yang dijual oleh pedagang kaki lima yang berada di depan SPBU kamal, bangkalan, madura. Penjualnya seorang bapak tua beserta seorang wanita tua, yang –sepertinya- istrinya. Awalnya, mungkin mereka terlihat biasa saja layaknya penjual es degan pada umumnya. Tapi ternyata, malam ini, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga untuk saya.
Saat akan melayani pembeli, mereka baru sadar kalau ternyata air kelapa di dalam teremos sudah hampir habis. Karena si bapak (penjual) sedang melayani pembeli, maka si ibu (penjual) berinisiatif untuk
sedikit melobangi kelapa muda (degan) demi mengambil airnya. Awalnya hal itu saya pikir, wajar-wajar saja. Toh, sedang ada pembeli. Jadi mungkin si ibu ingin membantu bapak agar tidak kewalahan melayani pembeli.Setelah mengeluarkan air kelapa tersebut, si ibu berniat memecah kelapa tersebut dan mengeruk daging kelapa muda. Tapi ternyata, si bapak melarangnya. Si bapak menyuruh ibu itu untuk meletakkan begitu saja kelapa muda tersebut, dan menyuruhnya untuk meneruskan makan. Awalnya si ibu terlihat agak enggan. Dia sepertinya tetap berniat untuk memecah kelapa itu. terlihat benar-benar ingin membantu suaminya. Tapi lagi-lagi si bapak menyuruhnya meninggalkan pekerjaan itu, dan menyuruh ibu untuk meneruskan makannya. Akhirnya, karena baktinya pada suami, si ibu pun menuruti perintah bapak.
Melihat hal tersebut, tentu saja hati saya terenyuh. Bagaimana tidak? Saya melihat mereka begitu saling pengertian, perhatian, dan saling mengasihi. Padahal usia mereka sudah begitu tua. Seakan-akan semua susah senang memang harus mereka bagi dan rasakan bersama. Tak satupun berniat seenaknya sendiri.
Pelajaran lain yang saya dapat juga dari si bapak penjual es degan itu, mereka berjualan namun bukan untuk mencari untung sebanyak-banyaknya. Biasanya di penjual es degan yang lain (pada umumnya), mereka menjual satu gelas es degan dengan hanya sedikit dagimg dari kelapa muda tersebut, namun harganya sedikit mahal. Atau dengan harga standart, namun tetap dengan daging kelapa yang hanya sedikit. Bahkan mungkin hanya beberapa ‘helai’ potongan degan. Tapi bapak ini, beliau memberikan banyak daging degan kepada pembeli. Benar-benar banyak jika dibandingkan dengan penjual es degan pada umumnya. Tentu saja saya kaget sekaligus senang karena mendapat daging buah kelapa banyak sekali. Dan yang lebih membuat saya lebih tercengang, ternyata harga per gelasnya cuma 2000 rupiah!!!
Gila! Apa bapak ibu ini gag rugi menjual es degan dengan begitu murahnya?? Berapa keuntungan yang bisa mereka raup jika mereka berjualan dengan seperti ini? Saya benar benar tak bisa mengerti.
Dari bapak tua ini, saya kemudian berdoa dalam hati, berharap semoga saya kelak mendapat jodoh yang sebaik, pengertian, dan perhatian seperti bapak ini. Dari ibu tua ini saya juga berdoa, semoga kelak saya bisa menjadi istri yang sebaik, pengertia, perhatian dan saling mengasihi seperti ibu ini. Semoga saya bisa ikhlas seperti pasangan bapak-ibu penjual es degan ini.
Untuk bapak dan ibu penjual es degan ini, saya berdoa, semoga tetap diberikan ketabahan, saling pengertian dan perhatian, tetap saling mengasihi dan melengkapi hingga akhir usia, dan semoga mendapat balasan yang setimpal atas semua kebaikan dan keikhlasan mereka.
Pelajaran yang begitu berharga untuk saya, dan semoga untuk semua yang membaca tulisan ini. Semoga. Amien....
0 comments