Agak aneh ya sama judul tulisannya? Iya sih..
Sebenarnya mau nulis dengan judul "Catatan Singkat Seorang Pendaki Amatir". Lah tapiii, aku bahkan bukan seorang pendaki amatir. Apalah aku ini? Cuma seneng halan-halan doanggg...
Catatan singkat ini tentang --ngakunya-- hobi baruku, naik gunung. Sekali lagi aku bukan pendaki yaa. Sumvah nggak pede rasanya kalau harus ngaku-ngaku kalau aku ini pendaki. Dan omong-omong soal naik gunung, sebelumnya aku bahkan enggak pernah membayangkan bakalan menginjakkan kaki di puncak gunung. Bahkan ngebayangin naik gunung aja enggak. Boro-boro deh. Dulu waktu sekolah aja nggak pernah ikutan pramuka :D
Cuma sepertinya karena aku ikutan terserang demam naik gunung yang baru-baru ini lagi happening, eh ya entahlah jadi beneran suka. Wong dulu awalnya selesai baca novel 5cm, aku cuma berkeinginan untuk ke Semeru bareng sama Faza dan teman-teman yang lain gitu. Yaahh... niru yang diceritakan di novel dan film-nya itulah. Tapi apa dayaaa, rencana bareng sahabat hanya berakhir wacana sampai detik ini. Yang akhirnya malah sibuk jalan-jalan ke gunung dengan tim masing-masing. hih
Sampai suatu ketika, tiba-tiba salah seorang teman baik dari SMA, ngajakin ke Ranu Kumbolo (Semeru) barengan sama teman-teman kantornya. Langsung tertarik waktu ditawarin, tapi enggak langsung mengiyakan. Tapi akhirnya jadi ikutan pergi jugaaa :)))
Itu pengalaman pertama. Detail tentang cerita ke Ranu Kumbolo kapan-kapan mau aku tulis sendiri di blog ini deh :D *padahal nggak ada yang pengen tau juga*
Balik tentang catatan naik gunung...
Seiring dengan semakin besarnya minat masyarakat untuk naik gunung, --rasanya-- semakin santer juga terdengar berita kehilangan, kecelakaan/cidera di gunung, bahkan meninggal. CMIIW. Ini cuma sepengetahuan minimku sih...
Dari situ kemudian aku baca-baca artikel tentang penyebab kecelakaan di gunung. Banyak yang menuliskan itu karena kesalahan dari si pendaki sendiri. Seperti misalnya kurang memperhatikan perbekalan, atau meremehkan soal kesiapan fisik dan mental sampai bertindak ceroboh. Ngerasanya -sok- jagoan kali yaaa. Atau mungkin dikiranya naik gunung itu yang penting segera nyampai puncak. Mungkin yaa... Wong sejujurnya ini seperti yang pertama kali ada di otakku kok, waktu ke Gunung Welirang. Itu gunung kedua setelah yang pertama ke Ranu Kumbolo, Semeru. Kalau ke Semeru waktu itu emang dari awal bukan berniat untuk sampai ke puncak sih. Yaaaa...aku cuma ngikut rombongan teman aja kan. Jadi mereka ke Ranu kumbolo doang, yaudah ngikut aja. Lagian waktu itu mikirnya, ini pengalaman pertamaku. Aku belom ngerti apa-apa soal naik gunung, jadi belom berani juga kalau narget harus ke puncak semeru.
Nah... yang ke Gunung Welirang itu pengalaman naik gunung kedua. Berbeda dengan saat ke Semeru, ke Welirang ini memang sudah direncakan dari awal untuk sampai ke puncak. Meskipun sebenarnya niat awal adalah ke Puncak Arjuno, bukan Welirang, tapi yaudahlah yang penting nyampe puncak. Nanti mau ditulis juga deh tentang cerita waktu ke Gunung Welirang ini sama penyebab berubahnya Puncak yang dituju :)))
Dari baca-baca artikel yang tersebar di jagad internet, aku dapat link ini.
Disitu dia nulis dengan jelas banget gimana sampai seorang pendaki bisa meninggal di gunung. Yang paling menarik adalah poin ke-6.
Aku si Cepat.
Saking ngerasa sanggupnya jalan cepat buat menuju puncak, sampai mengabaikan hal lain. Mengabaikan teman-teman setimnya. Dan bodohnya aku pernah berada di posisi yang hampir mirip dengan ini.
Bedanya, kalau di point 6 di artikel itu tentang pengen cepat-cepat sampai puncak, kalau aku waktu itu narget pokoknya HARUS sampai puncak. HARUS BANGET! Enggak peduli mau jadi yang paling akhir dari timku sekalipun, pokoknya HARUS SAMPAI PUNCAK!
Saking berambisinya buat ke puncak, aku sampai tidak terlalu peduli dengan keadaan teman-teman sekelompok. Teman yang mengeluh lelah, tidak terlalu aku pedulikan. Aku cuma menyemangatinya dan berjalan mengiringinya di belakang. Aku cuma mikir, aku kuat dan bisa ke puncak, maka aku harus pulang setelah menginjakkan kaki di puncak gunung! Mengenai teman yang agak sering minta berhenti buat istirahat, biarlah aku temani di belakang. Berjalan di paling belakang, tertinggal dari anggota tim yang lain. Karena ya itu mikirnya cuma biar bisa sama-sama nyampai puncak. "Ah..ndak apa-apa lama. Yang penting nyampee..."
Beruntung, keegoisan dan ambisi waktu itu tidak lantas membuat bencana besar untuk aku dan kelompokku. Paling cuma ngos-ngosan parah gitu aja sih.
Itu pengalaman ke puncak pertama kali.
Tapi dari situ setelahnya aku jadi banyak belajar. Pengalaman kedua waktu naik gunung, ambisi untuk sampai puncak, sedikit berkurang. Sudah mulai memikirkan efek lain jika harus memaksakan ego. Jika pada perjalanan naik gunung pertama kali, puncak adalah target dan impian yang harus diraih, maka di perjalanan kedua aku mulai sedikit memahami makna dari kata "puncak hanyalah sebuah bonus, kembali ke rumah dengan sehat selamat adalah tujuanmu".
Maka benar, jika dengan naik gunung kita dapat belajar banyak hal (banyak sekali malah). Benar pula kalau ada yang bilang, dengan naik gunung kita bisa mengetahui watak asli seseorang.
Jadi... ini catatan untuk aku sendiri (mungkin buat teman-teman yang lain juga), bahwa naik gunung bukanlah sekedar tentang "SAMPAI KE PUNCAK". Tapi juga bagaimana perjalanan untuk sampai ke puncak. Tentang perjuangan, kekompakan, kepedulian dan juga tentang saling menjaga.
Nah...kebayang dong gimana nanti aku berusaha bersamamu menjaga kesejahteraan rumah tangga kita? *eh
Jadi naik gunung adalah belajar untuk menghargai dan menikmati setiap detail proses ke puncak. Seperti halnya dengan kehidupan. Seberapapun ambisi menginginkan sesuatu, pada akhirnya kita harus siap dengan segala resikonya. Pada akhirnya kita harus bisa berdamai dengan keadaan. Karena ada kalanya yang kita perjuangkan itu bisa gagal diraih. Pada akhirnya, kita ini hanyalah makhluk kecil yang tidak ada apa-apanya. Mari bersahabat dengan alam dan semesta akan mendukung.
- 09.39
- 6 Comments