Menapaki Merbabu #1
15.02
Halloowwww....
Masih mau lanjut baca cerita pendakianku bareng sama Fean, Wawan, Jhon dan Bram ke Gunung Merbabu kemarin? Bakal panjang dan banyak lohhhh... :D
Sebenarnya sempat galau sih nulisin cerita-cerita selama pendakian Merbabu ini.
Gimana yaaa...
Jadi banyak banget cerita dan drama yang terjadi di pendakian kali ini. Aku pengen ceritain semuanya, tapi takut pada bosen bacanya :( Mau diperpendek, takutnya malah jadi nggak seru. Soalnya ya ituu... ada banyak banget drama yang terjadi *dilema*.
Awalnya ada nge-rekam beberapa video juga, yang niatnya mau dipakai buat bikin vlog di channel youtubeku. Cumaaa.... ada --banyak-- video yang rusak nggak bisa dibuka. hiks.
Jadi... kalau aku bikin tulisan panjang dan banyak, semoga masih ada yang mau baca deh :D
Sambil mikir juga gimana bikin videonya biar tetap bisa upload di youtube.
Well...
inilah aku diantara F4 |
Rangkaian cerita sebelumnya bisa dibaca di:
Merbabu Pilihan Kami
Merbabu: Menuju Pendakian Penuh Drama #1
Merbabu: Menuju Pendakian Penuh Drama #2
05 Mei 2016 - Day #1
Merbabu Pilihan Kami
Merbabu: Menuju Pendakian Penuh Drama #1
Merbabu: Menuju Pendakian Penuh Drama #2
05 Mei 2016 - Day #1
Waktu menunjukkan pukul 20.35 WIB ketika kami siap memulai pendakian. Badan telah dibersihkan seperlunya agar lebih segar dan perut telah diisi dengan Nasi + Telur dadar yang kami pesan dari sebuah warung di basecamp perijinan. Sebelumnya, setelah sampai kembali di jalur Perijinan Wekas kami mencatatkan diri dan membayar uang pendaftaran. Uang yang kami bayarkan di Jalur Genikan sebelumnya, sudah berhasil kembali ke kantong kami dengan utuh. Lalu karena kami berencana mengambil lintas jalur, pendakian naik gunung lewat jalur Wekas dan turun gunung lewat jalur Selo, maka kami harus membayar sebesar 16.000/orang.
Pendakian malam, sebelumnya tidak ada direncana perjalanan kami kali ini. Jika sesuai rencana awal, jam segini seharusnya kami sudah beristirahat dengan nyaman di tenda yang kami dirikan di Pos 2. Iya seharusnya. Dan karena kami tidak merencakan pendakian pada malam hari, maka kami pun tidak menyiapkan headlamp. Yang sebenarnya ini kurang baik yaa. Sebaiknya sih tetap siapkan headlamp untuk kondisi tertentu yang diluar rencana. Seperti ini. Ah tapi yasudahlah. Pendakian tetap berlanjut. Drama dengan bapak-bapak di Pos perijinan saja tidak meluruhkan niat kami untuk tetap naik gunung. Maka dengan berbekal senter seadanya yang kami bawa, kami melangkah perlahan dari basecamp menuju Pos 2.
Diawal pendakian, sebentar-sebentar aku meminta break. Jalur yang terus-terusan menanjak dan kurangnya olahraga, bikin nafasku jadi ngos-ngosan. Sempat ngerasa pening juga. Dilema. Antara ingin tetap melanjutkan perjalanan atau balik ke basecamp. Khawatir nggak kuat untuk terus naik dan akhirnya malah nyusahin teman-teman padahal perjalanan masih sangat panjang. Meski aku tahu, Wawan akan selalu ada dibelakangku dan bisa diandalkan untuk menemani langkahku. *prettt* Tapi duh... aku kudu piye ya? Aku takut malah bikin kacau dan down semangat mereka. Niat cerita ke teman-teman pun aku urungkan.
Sambil menyemangati dan meyakinkan diri sendiri, aku putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Meski berjalan lebih lambat dibanding teman-teman yang lain dan sebentar-sebentar minta break untuk mengatur napas. Sesekali kami juga bertegur-sapa dengan pendaki lain yang berpapasan di jalan. Aku jadi ingat waktu perjalanan ke Ranu Kumbolo dulu, aku juga sempat ngos-ngosan seperti ini diperjalanan awal memulai pendakian. Namun seiring dengan langkah yang semakin mantap, aku mulai bisa mengikuti ritme dan langkah teman-teman hingga akhirnya bisa menapakkan kaki di Ranu Kumbolo dan pulang dengan selamat.
Bismillah!
Bismillah!
Setelah sekitar satu jam berjalan kaki, benar akhirnya aku mulai bisa mengikuti ritme langkah kaki teman-teman. Meski belum bisa menyamai kecepatan mereka, tapi seenggaknya sudah nggak se-ngos-ngosan sebelumnya. Alhamdulillah. Memang benar, seharusnya minimal seminggu sebelum naik gunung harus persiapan fisik dulu. Olahraga. Hah ceroboh sekali aku ini!
Jalur tracking semakin lama rasanya semakin bikin ngoyoh. Wawan yang sebelumnya ada di belakang bersama aku dan Fean, kami sarankan agar berjalan terlebih dahulu meninggalkan aku dan Fean berdua dibelakang. Kasihan dia kalau harus berjalan pelan demi menyamakan langkah kami berdua yang tertatih-tatih. Pun dengan harapan lain, Wawan bisa bantuin Bram dan Jhon yang sudah berjalan duluan didepan untuk segera mendirikan tenda di Pos 2.
Ah.... Jalur landai! Akhirnya ada jalanan yang datar!
Aku berseru dalam hati. Setelah melewati jalur panjang yang terus menanjak dan licin, tiba-tiba ketemu sama jalur yang landai bin datar itu benar-benar suatu anugrah. Dengan tersenyum lebar dan hati yang riang, aku mantap melangkah didepan dengan Fean mengiringi tepat dibelakangku.
15 langkah berjalan, tiba-tiba saja aku disergapi rasa takut. Bukan takut salah jalan kemudian nyasar dan tau-tau sampai ke Prancis. Bukan.
Di jalanan setapak yang gelap dan sempit dengan semak belukar di kanan-kiri, aku takut kalau tiba-tiba ada om poci, mbak kunti atau makhluk ghaib lainnya yang tiba-tiba loncat dan menampakkan diri didepan mataku. Mampus. Aku bisa pingsan di tempat kalau itu beneran terjadi.
Dengan penuh keraguan, aku akhirnya meminta Fean untuk jalan di depan. Tanpa penjelasan apapun, tanpa ngasih tau alasan apapun. Waktu itu aku cuma berpikir, aku nggak boleh nyeritain rasa takutku ke Fean. Seenggaknya nggak ditempat itu dan bukan saat itu. Saat suasana terasa benar-benar sepi dan hanya ada kami berdua disana dengan keadaan sekitar yang tidak kami tau ada apa-apa saja disekitar kami. Para pendaki lain yang banyak kami temui di jalur sebelumnya, mendadak seperti hilang begitu saja. Entah dimana mereka. Tak satu orang pendaki pun yang dapat kami temui dan ajak bertegur sapa disini.
Sambil menggenggam tangan Fean kuat-kuat, aku mengekor dibelakangnya. Sesekali tanpa sadar aku meremas tangannya ketika merasa bulu kudukku berdiri, merinding. Mungkin hanya perasaanku saja yang membuat ketakutan berlebihan. Toh aku pun bukan orang yang punya kemampuan melihat atau merasakan "sesuatu yang lain". Tanpa menoleh kanan-kiri atau memandang sekitar sama sekali, aku terus menyusuri jalan tepat dibelakang Fean, sambil menunduk. Fokusku hanya pada sepatu berwarna hijau terang dan jejak langkah Fean didepan. Aku takut jika sedikit saja aku meleng, aku bisa kehilangan dia. *ciyee**loh eh*.
Bayangkan saja gimana jadinya kalau aku terus berjalan, namun tiba-tiba aku tersadar tengah berada diantah berantah, sendirian. Tanpa ada siapapun. Tersesat entah dimana. Oh tidak tidak! Jangan sampai itu terjadi. Karenanya aku terus mencengkeram tangan Fean erat-erat sambil merapal berbagai doa yang aku bisa dalam hati. Thanks to Fean juga yang saat itu nggak bertanya apa-apa dan nggak mengejek sama sekali, sambil terus membimbing aku ke jalan yang benar. Halah.
Jalur tracking semakin lama rasanya semakin bikin ngoyoh. Wawan yang sebelumnya ada di belakang bersama aku dan Fean, kami sarankan agar berjalan terlebih dahulu meninggalkan aku dan Fean berdua dibelakang. Kasihan dia kalau harus berjalan pelan demi menyamakan langkah kami berdua yang tertatih-tatih. Pun dengan harapan lain, Wawan bisa bantuin Bram dan Jhon yang sudah berjalan duluan didepan untuk segera mendirikan tenda di Pos 2.
Ah.... Jalur landai! Akhirnya ada jalanan yang datar!
Aku berseru dalam hati. Setelah melewati jalur panjang yang terus menanjak dan licin, tiba-tiba ketemu sama jalur yang landai bin datar itu benar-benar suatu anugrah. Dengan tersenyum lebar dan hati yang riang, aku mantap melangkah didepan dengan Fean mengiringi tepat dibelakangku.
15 langkah berjalan, tiba-tiba saja aku disergapi rasa takut. Bukan takut salah jalan kemudian nyasar dan tau-tau sampai ke Prancis. Bukan.
Di jalanan setapak yang gelap dan sempit dengan semak belukar di kanan-kiri, aku takut kalau tiba-tiba ada om poci, mbak kunti atau makhluk ghaib lainnya yang tiba-tiba loncat dan menampakkan diri didepan mataku. Mampus. Aku bisa pingsan di tempat kalau itu beneran terjadi.
Dengan penuh keraguan, aku akhirnya meminta Fean untuk jalan di depan. Tanpa penjelasan apapun, tanpa ngasih tau alasan apapun. Waktu itu aku cuma berpikir, aku nggak boleh nyeritain rasa takutku ke Fean. Seenggaknya nggak ditempat itu dan bukan saat itu. Saat suasana terasa benar-benar sepi dan hanya ada kami berdua disana dengan keadaan sekitar yang tidak kami tau ada apa-apa saja disekitar kami. Para pendaki lain yang banyak kami temui di jalur sebelumnya, mendadak seperti hilang begitu saja. Entah dimana mereka. Tak satu orang pendaki pun yang dapat kami temui dan ajak bertegur sapa disini.
Sambil menggenggam tangan Fean kuat-kuat, aku mengekor dibelakangnya. Sesekali tanpa sadar aku meremas tangannya ketika merasa bulu kudukku berdiri, merinding. Mungkin hanya perasaanku saja yang membuat ketakutan berlebihan. Toh aku pun bukan orang yang punya kemampuan melihat atau merasakan "sesuatu yang lain". Tanpa menoleh kanan-kiri atau memandang sekitar sama sekali, aku terus menyusuri jalan tepat dibelakang Fean, sambil menunduk. Fokusku hanya pada sepatu berwarna hijau terang dan jejak langkah Fean didepan. Aku takut jika sedikit saja aku meleng, aku bisa kehilangan dia. *ciyee**loh eh*.
Bayangkan saja gimana jadinya kalau aku terus berjalan, namun tiba-tiba aku tersadar tengah berada diantah berantah, sendirian. Tanpa ada siapapun. Tersesat entah dimana. Oh tidak tidak! Jangan sampai itu terjadi. Karenanya aku terus mencengkeram tangan Fean erat-erat sambil merapal berbagai doa yang aku bisa dalam hati. Thanks to Fean juga yang saat itu nggak bertanya apa-apa dan nggak mengejek sama sekali, sambil terus membimbing aku ke jalan yang benar. Halah.
Entah berapa lama aku berjalan seperti anak bebek yang terus mengekori induknya. Hingga kemudian aku dapat mendengar suara-suara berisik yang menyenangkan dari kejauhan. Maka aku memberanikan diri dengan tekat baja untuk melongokkan kepala lurus ke arah depan.
Dan.....tenda warna-warni serta cahaya redup terlihat begitu indah dari kejauhan.
Ah....hamdalah itu Pos 2! Aku hidup! Aku selamat!
Akhirnya tepat pukul 00.30 WIB, Aku dan Fean tiba di Pos 2 dengan penuh kelegaan. Fean barangkali ingin sujud syukur karena akhirnya bebas dari cengkraman dan belengguku. hahahaha...
Dengan langkah mantap, kamipun mencari 3 kawan seperjuangan kami, Jhon, Bram dan Wawan yang seharusnya sudah tiba di Pos 2 terlebih dahulu. Rupanya mereka tengah bersiap mendirikan tenda ketika aku tiba. Kira-kira selisih sekitar 30 menit dengan keterlambatanku dan Fean. Kami berdua sengaja tertinggal dibelakang.
F4 entah lagi ngobrolin apa didepan tenda sambil menghangatkan diri didepan api unggun |
Pendakian malam dan langkah yang tertatih-tatih, membuatku tak berdaya untuk mengambil dokumentasi perjalanan dari Pos Perijinan ke Pos 2. Jika saja pendakian dilakukan saat siang hari, mungkin aku bisa ambil beberapa foto jalur pendakiannya yang sangat menantang.
Cerita Menapaki Merbabu #1 pun usai. Masih mau baca cerita lanjutannya kan? Mungkin akan ada beberapa part lagi dari Merbabu Series ini *pasang puppy eyes*
Bersambung....
Bersambung....
0 comments