Things I've Learned Before Turning 29
20.12
Beberapa tahun belakangan ini aku baru mulai belajar bahwa itu nggak cuma cukup jadi ucapan. Yang pertama ngritik kalau aku ngelakuin sesuatu yang nggak bener, yang pertama ngedukung atau nggak setuju sama keputusanku, yang pertama bakal berdiri di depan kalau ada apa-apa sama aku, yang ada dalam prioritas pertamaku.
Kamu cuma harus percaya
Dari lama aku pengen banget bisa Umroh. Aku yakin sih, kalian juga pasti pengen banget ibadah ke Tanah Suci, ya kan? Nah keinginan ini makin kenceng dari tahun 2017 lalu. Aku sampai bertekad untuk berhemat ketat dan ngerjain apapun yang bisa dapetin duit halal biar bisa nabung buat berangkat Umroh pas Ramadhan 2018 nanti. Lalu waktu menjelang akhir 2017, keuanganku sempet pontang-panting. Penghasilanku sedikit menurun dari yang sebelumnya dan aku nggak bisa berhemat karena mendadak banyak pengeluaran nggak terduga. Tabunganku buat Umroh yang belum seberapa itu, makin terkuras dan bikin aku rada deg-degan kalau-kalau nggak cukup buat daftar Umroh tahun ini.
Then you know what? Saat aku mulai hopeless karena tabunganku masih jauh dari cukup buat daftar Umroh, tiba-tiba Allah ngasih rejeki nggak terduga yang bikin aku bisa berangkat Umroh! Memang bukan pas Ramadhan kayak yang sebelumnya aku niatin sih, tapi sebagai gantinya, aku jadi dapat bonus bisa berangkat bareng Ayah dan Ibu. WOW!!! Karena saking semuanya serba ajaib, aku jadi ngerasa kayak lagi mimpi. Makanya aku masih ngerasa amaze sendiri sampai sekarang.
Tapi aku jadi belajar, ah... ternyata apapun itu, kuncinya aku cuma harus percaya. Percaya kalau Allah selalu punya rencana terbaik. Percaya kalau semustahil apapun mimpi itu, nggak ada yang nggak mungkin kalau Allah sudah berkehendak.
Jangan bergantung pada selain Allah
Ayahku sering banget bilang, "Bergantunglah cuma sama Allah. Cuma Allah yang Maha memberi pertolongan dan menggerakkan hati umatnya".
Sebelumnya, aku nih sering kali menggantungkan diri sama orang lain. Setiap pas lagi ada masalah atau musibah, selalu berharap ada orang yang akan mengulurkan tangan untuk ngebantu. Lalu kalau ternyata uluran tangan yang diharapkan itu nggak ada, aku pasti akan kecewa dan terus-terusan berpikir "kenapa yaa si A, si B, si C ini nggak mau nolongin aku?". Padahal selama ini aku selalu menganggap mereka orang-orang terdekat yang bakal siap ngulurin tangan buat aku. Yang akhirnya cuma jadi penyakit hati buat aku. Nah, karena lumayan sering ngalamin kejadian kayak gini, aku jadi belajar, "Ah... aku nggak bisa bergantung sama siapapun". Karena kalau terus-terusan dibiarin kejadian kayak gini lagi, efeknya nggak akan baik buat hati aku. Toh, kadang pertolongan itu justru datang lewat orang yang nggak disangka-sangka.
Sabar dan ikhlas itu -selalu- berat
Waktu dapat musibah, orang bakal bilang, "Yang sabar ya..."
Belum ketemu jodoh di usia mendekati 30 tahun, "sabar yaa..."
Yang bisa bahagiain kamu, ya cuma diri kamu sendiri!
Hobi yang dijadikan kerjaan itu -ternyata- nggak semudah yang terlihat
Banyak yang pengen punya kerjaan dari hobi atau sesuatu yang disukai. Aku suka nulis, lalu aku menjadikan hal itu sebagai kerjaan. Aku suka main sosial media, lalu aku jadikan main sosial media sebagai kerjaan yang dibayar. Memang kayaknya menyenangkan banget bisa kerja sesuai passion, seperti kata orang-orang. Bukannya aku nggak bersyukur bisa kerja sesuai passion, yang mana kesempatan kayak gini belum tentu bisa didapetin sama orang lain. Tapi sisi negatifnya, karena hobi-hobi itu akhirnya jadi suatu pekerjaan dan rutinitas yang harus dilakukan setiap hari dari waktu ke waktu, saat waktu luang aku jadi bingung mau ngerjakan apa sebagai hobi. Karena ternyata hobi dijadikan pekerjaan itu, suatu ketika bisa bikin kita jadi lelah dan penat lho. Nyari hobi baru? Booo, kalau buat orang lain mungkin mudah, tapi buat aku itu sih nggak gampang ya.
Penilaian orang itu penting, tapi bukan segalanya
Dulu aku suka bodo amat sama omongan dan penilaian orang tentang aku. Apalagi kalau itu kayak fitnah dan penilaian suka-suka yang belum tentu bener. Tapi beberapa tahun belakangan ini aku jadi mulai peduli. Karena aku jadi mikirnya kalau kita meninggal nanti, yang bakal orang lain ingat tentang kita adalah kesan dan penilaian mereka pada kita bukan? Nah, kita pengen kan dikenang sebagai orang yang baik? That's why aku jadi mikir kalau penilaian orang tentang kita itu penting. Meski bukan segalanya.
Solo traveling
Meski cuma sekali, seenggaknya coba deh untuk solo traveling. Saat solo traveling, aku jadi lebih kenal sama diri aku sendiri.
Liburan bareng saudara
Nggak harus jauh keluar kota atau keluar negeri kok. Yang deket-deket aja gapapa. Yang penting bisa liburan bareng saudara. Aku sih percaya, kadang walau kita udah ngerasa tahu segalanya tentang saudara kita, tapi saat liburan bareng ini kita mungkin bakal kaget karena ternyata ada sisi lain yang nggak kita tahu.
Keluar zona nyaman
Orang lain lebih peduli pada penampilanmu daripada sisi lainnya
Teman-teman mungkin tahu, aku pernah sekali upload foto lagi pake cadar. Lalu karena satu foto itu, banyaakkk banget temen yang lama nggak ketemu jadi nanya "kamu sekarang pakai cadar?" dan sejenis-jenisnya. Ada yang nanyanya di komen, ada yang langsung japri. Sebenarnya aku sih nggak ada masalah ya kalau ada yang nanya-nanya kayak gitu. Normal aja gitu, jadi nggak ada rasa keganggu atau gimana gimana. Tapi, aku kayak makin sadar aja gitu kalau orang lain itu bakal lebih peduli pada "penampilanmu" dibanding sisi lainnya, kayak prestasi, sikap atau lainnya.
Pernah juga aku ngepost foto OOTD. Murni foto OOTD dengan kepsyen yang ngejelasin tentang OOTD yang lagi aku pake di situ. But you know what, ada beberapa orang yang justru ngomentarin tentang ekspresi muka aku di foto itu. Bukan tentang outfitnya. oho!
Tubuhmu hari ini hasil akumulasi tahun-tahun sebelumnya.
Apalagi kalau jarang olah raga dan makannya sembarangan. Kebayang kan kayak gimana?
Arti teman berubah
Aku pernah nulis curhat tentang pertemanan di sini. Karena aku ngerasa makin kita menua, arti pertemanan pun mulai berubah.
Merantau
Merantau ke mana aja kalau ada kesempatan. Kalau bisa sih, aku juga pengennya tinggal di luar negeri selama beberapa tahun
Hasil selaras dengan kerja keras
Aku ngelihat ini dari orang-orang di sekitarku. Yang sukses di bidang mereka masing-masing karena kerja keras mereka. Karena mereka nggak suka menunda-nunda kerjaan kayak yang sering aku lakukan, yang nggak pernah puas dan selalu nge-challenge diri mereka sendiri biar lebih baik, yang nggak pernah sia-siain waktu untuk hal-hal yang nggak penting.
Banyak mendengar dibanding banyak bicara
Lupa dari mana, kurang lebih aku pernah dengar kayak gini "saat kita mendengar, kita dapat banyak ilmu yang nggak kita tahu sebelumnya. Banyak hal positif yang bisa didapat. Kita juga jadi bisa belajar mengerti, memahami dan mendengar (sometimes jadi pendengar yang baik itu nggak mudah). Tapi saat kita bicara, kita cuma dengar apa yang sudah kita tahu."
Jangan mudah nge-judge orang lain
Drama korea itu kayak kesalahan terindah
Kadang aku mikir, berapa banyak waktu yang udah aku habiskan buat nonton drama-drama korea? Kalau 1 drama ada 16 episode dengan durasi 1 jam per episodenya, berarti 16 jam udah aku habiskan untuk 1 drama. Kalau 10 drama? Kalau 100 drama? Seandainya semua waktu itu nggak aku pakai buat nonton drama tapi untuk hal yang lebih berguna, apa saja yang sudah bisa aku kerjakan dengan waktu selama itu? Kalau dipakai untuk nulis, bisa berapa tulisan yang aku bikin?
Aku nyadar kok kalau keseringan nonton drama itu bukan kebiasaan yang baik. Tapi... meski udah tahu kayak gitu, aku tetep aja ngelakuin lagi dan lagi. Semacam kayak candu gitu :D
Lakukan hal "nekat" setidaknya sekali
Nonton bioskop sendirian, jalan di keramaian sendirian, di usia 28 tahun naik troli bandara di dorong sama ayah sambil ketawa cekikikan, foto-fotoan sendirian pakai tripod di tempat wisata yang bikin diliatin orang banyak, atau hal nekat lainnya.
---
Well, sementara ini aja sih. Kalau misal ada lainnya yang terlewat belum kutulis, mungkin aku bakal edit aja tulisan ini nanti. Ada yang mau sharing versi teman-teman?
1 comments
Baaahhh... nonton bioskop sendirian mah ngga nekat :P
BalasHapus