Memberi Tidak Membuatmu Miskin

17.54


Di agamaku, diajarkan....

Tangan Di Atas Lebih Baik Dari Tangan Di Bawah

Kamu percaya?
Atau mengingkarinya?

Aku punya tak sedikit teman yang suka memberi. Bukan berarti mereka semua kaya. Bukan. Meski tak dipungkiri beberapa di antara mereka memang punya rejeki lebih.

Suatu ketika, aku pernah kehabisan uang. Saat mengobrol dengan (salah satu) teman baikku, dia menunjukkan sisa uang yang dia punya saat itu. Sungguh tidak banyak. Aku menceritakan kondisiku, bukan karena mengharap belas kasihnya. Bukan juga karena berniat mengeluh. Sama sekali bukan. Pembicaraan itu memang mengalir begitu saja. Kami memang sering seperti itu. Membicarakan apapun. Penting atau tidak penting.

Kemudian dengan sisa uangnya tak tidak seberapa itu, dia mengajakku ke warteg. Makan. Bersama. Dengan sisa uang yang dia punya. Dia merelakan sisa uangnya yang tak seberapa itu untuk berbagi. Beberapa hari setelahnya, setelah aku punya uang yang cukup, aku mengajaknya makan di tempat terbaik. Di tempat yang dia pilih. Dengan menu yang dia tunjuk. Kami seperti itu bukan karena kami kaya. Bukan karena punya banyak uang. Tapi karena kami sadar, harga pertemanan kami jauh lebih berharga dibanding sebungkus nasi.

Memberi bukan berarti Kaya.
Memberi tidak harus menunggu Kaya.
Memberi tidak membuatmu Miskin.

Namun meminta, membuatmu bermental peminta-minta.

Rata-rata teman baikku pun seperti itu. Membuatku sangat bersyukur.

Mereka bukan orang yang sebentar-sebentar hobi minta ditraktir. Saat nongkrong bersama, kami pun tidak pernah saling tunjuk minta dibayarin. Jika ada salah satu dari kami yang ingin men-traktir, kami akan traktir tanpa diminta. Jika tidak ada yang sedang ingin men-traktir, kami tidak membiasakan diri untuk tidak meminta ditraktir. Tanpa terucap, kami sama-sama paham. Kalau ada rejeki yang bisa kami bagi, kami tak akan segan membaginya. Tanpa perlu diminta. Sekecil apapun. Sesederhana apapun. Kami membiasakan diri untuk berbagi, bukan meminta.

Tidak dipungkiri, kadang celetukan "traktir donggg..." itu keluar dari mulutku. Dari mulut teman-temanku. Tapi biasanya celetukan itu muncul hanya di antara kami. Kami hampir tidak mengucapkannya pada orang lain, di luar lingkaran pertemanan kami. Di luar lingkaran teman baik. Jadi saat celetukan itu tiba-tiba muncul dari mulutku, atau dari mulut teman-temanku, celetukan itu mudah dianggap sebagai angin lalu saja. Tidak akan memberi beban. Tidak akan memberatkan. Tidak akan membuat kami "wajib" merogoh kocek lebih dalam demi men-traktir, dengan terpaksa.

Kami juga paham caranya membayar kembali kebaikan orang lain.

Jika ada temanku yang traktir makan, aku harus traktir nonton. Misalnya. Tidak melulu seperti itu. Tidak juga wajib. Hanya saling sadar diri. Jadi kadang aku suka sebel kalo ada orang yang maunya hanya minta ditraktir.

Tapi... sering khilaf juga sih sebenernya :D

---

Aku lupa pernah baca di mana, kalau orang-orang Indonesia itu terbiasa mengeluarkan uang untuk sesuatu yang kadang memberatkan.

Misalnya, merasa wajib memberi hadiah saat teman ulang tahun. Merasa normal meminta traktir saat temannya ulang tahun.

Benar tidak?

Menurut kalian, yang kayak gitu itu (kadang) memberatkan nggak sih?

You Might Also Like

0 comments