Membiasakan Diri Menertawakan Hidup
23.00
Ada seorang teman yang berhati baik. Benar-benar baik. Tapi kadang-kadang bisa jadi super kampr*t. Benar-benar kampr*t sampai bikin aku pengen nampol.
Contoh kecil.
Pernah suatu hari saat perjalanan pulang kantor, hujan tiba-tiba turun deras. Sudah malam dan tanpa bawa payung. Jadi setelah beberapa menit nunggu di halte bus, aku coba WA dia. Minta dijemput ke halte. Bawa payung. Karena sepertinya hujan masih belum akan berhenti dalam 30 menit ke depan. Kebetulan tempat tinggal kami berdekatan.
Aku membayangkan dia akan tergopoh-gopoh menjemputku ke halte sambil bawa 2 payung. Segera setelah aku menghubunginya. Pasti dia tak akan tega membiarkanku, seorang wanita, sendirian di halte malam-malam.
Tapi tau apa balasannya setelah membaca pesanku?
"Syukurin..."
Lengkap dengan emoticon tertawa sambil berurai air mata. Air mata buaya.
Sudah. Cuma itu.
Kampr*t bukan? Dia menertawakanku. Menertawakan kemalanganku. Tanpa berniat jadi pahlawan.
Aku cuma bisa tertawa garing sambil menatap nanar ponsel. Benar-benar garing. Tidak merasa ada yang lucu. Namun tidak juga merasa sakit hati. Tapi besokannya saat ketemu, aku tetap tampol dia. Bukan karena jengkel. Lalu dia tertawa kencang. Dan aku juga ikut tertawa. Sudah biasa. Biasa menghadapi kelakuan ajaibnya. Biasa menerima tampolanku.
Kejadian seperti ini sudah terjadi berkali-kali. Kejadian di mana dia cuma menertawakan kemalanganku. Tanpa berniat menghibur. Atau membantu.
Dia jahat? Tidak.
Justru berkat dia, aku jadi banyak belajar. Belajar menertawakan kemalangan. Belajar menertawakan hidup. Belajar terbiasa menghadapi yang tak terduga. Belajar tidak dimanjakan. Belajar menghadapi kenyataan. Belajar terbiasa ditertawakan orang lain.
Karena kenyataannya, saat kita jatuh, orang lain akan menertawakan kita. Tertawa itu lebih mudah daripada berempati. Baru kemudian menolong. Jika mau. Bukan serta-merta langsung menolong saat kita terjatuh. Ya kan?
Tapi tak semua kemalangan, itu bisa menjatuhkan.
Tak semua hal yang pahit, itu harus dirutuki.
What doesn't kill you makes you stronger
Kamu lebih suka ditertawakan orang lain? Atau menertawakan diri sendiri sebelum orang lain menertawakanmu?
Awalnya sudah pasti tak mudah. Bahkan setelah berkali-kali pun tetap tak mudah. Menertawakan kemalangan hidup memang tak pernah mudah. Bahkan mungkin, menertawakan kemalangan diri sendiri sama susahnya dengan ikut bahagia pada kebahagiaan orang lain. Hampir sama. Karena (kita) mungkin lebih mudah iri pada kebahagiaan orang lain. Dibanding ikut berbahagia. Dengan tulus.
Membiasakan diri menertawakan hidup, berarti membiasakan diri belajar mencari secuil kebahagiaan dari hidup. Membiasakan diri menerima kenyataan, bahwa hidup kita tidak lebih berat dari orang lain. Membiasakan diri agar tidak kaku menerima hal baru yang tidak bisa dikendalikan. Membiasakan diri bahwa dibanding mengeluh, hidup lebih mudah ditertawakan.
Karena tertawa adalah obat terbaik.
Obat terbaik untuk kesehatan. Kesehatan jiwa dan raga. Kesehatan mental.
0 comments